Selasa, 10 Januari 2012

Tanggung Jawab yang Mati di Negeriku


Tanggung Jawab yang Mati di Negeriku

laksana air sungai yg terus mengalir
begitu pula kekayaan alamn negeriku
tapi kenapa banyak mata yang memerah
bayi yg menangis lapar
ibu yang berteriak dan menghela
dimana tanggung jawab para pilihan rakyat
bohong,,semua itu bohong
janji itu semua palsu
tanggung jawab telah sirna dari kalbu mereka
padahal tanggung jawab mereka yang dibutuhkan negeri ini
meja hijau tak lagi mereka hiraukan
pertanggungjawaban atas apa yg mereka lakukan seolah hilang tertelan waktu
seakan telah mati digilas roda zaman

Senin, 09 Januari 2012

Sebuah Ketidakpastian


Sebuah Ketidakpastian

menunggu dalam sebuah ketidakpastian
berfikir sejenak dalam penungguan
fikir pun dibuat tak karuan
adalah mungkin adannya sebuah jawaban itu
tetapi kegelisahan kian menyelimuti hati
akankah hasil dari penungguan ini baik adanya
atau hanya sia-sia yg tak berarti, yang hanya menggoreskan luka
luka yang membuat jiwa ini takut
luka yang membuat hidup tiba-tiba tak ada artinya
tapi akhir dari penungguan ini masihlah menjadi misteri

karya : Ariessyawtra R. L.

Selasa, 03 Januari 2012

Manusia dan Kegelisahan


A. PENGERTIAN KEGELISAHAN
Kegelisahan berasal dari kata gelisah, yang berarti tidak tenteram hatinya, selalu merasa khawatir, tidak tenang, tidak sabar, cemas. Sehingga kegelisahan menipakan hal yang menggambarkan seseorang tidak tentram hati maupun perbuatannya, merasa kawatir, tidak tenang dalam tingkah lakunya, tidak sabar ataupun dalam kecemasan.
Kegelisahan hanya dapat diketahui dari gejala tingkah laku atau gerak gerik seseorang dalam situasi tertentu. Gejala tingkah laku atau gerak-gerik itu umumnya lain dari biasanya, misalnya berjalan mundar-mandir dalam ruang tertentu sambil menundukkan kepala; memandang jauh ke depan sambil mengepal-ngepalkan tangannya; duduk termenung sambil memegang kepalanya; duduk dengan wajah munmg atau sayu, malas bicara; dan lain-lain.
Kegelisahan menipakan salah satu elcspirsi dari kecemasan. Karena itu dalam kehidupan sehari-hari, kegelisahan juga diartikan sebagai kecemasan, kekawatiran ataupun ketakutan. Masalah kecemasan atau kegelisahan berkaitan juga dengan masalah frustasi, yang secara definisi dapat disebutkan, behwa seseorang mengalami frustasi karena apa yang diinginkan tidak tecapai.
(a). Kecemasan obyektif
Kecemasan tentang kenyataan adalah suatu pengalaman perasaan sebagai akibat pengamatan atau suatu bahaya dalam dunia luar. Bahaya adalah sikap keadaan dalam lingkungan seseorang yang mengancam untuk mencelakakannya. Pengalaman bahaya dan timbulnya kecemasan mungkin dari sifat pembawaan, dalam arti kata, bahwa seseorang mewarisi kecenderungan untuk menjadi takut kalau ia berada dekat dengan benda-benda tertentu atau keadaan tertentu dari lingkungannya.
Kenyataan yang pemah dialami seseorang misalnya pemah terkejut waktu diketahui dipakaiannya ada kecoa. Keterkejutannya itu demikian hebatnya, sehingga kecoa merupakan binatang yang mencemaskan. Seseorang wanita yang pemah diperkosa oleh sejumlah pria yang tidak bertanggung jawab, sering ngeri melihat pria bila ia sendirian, lebih-lebih bila jumlahnya sama dengan yang pemah memperkosanya. Kecemasan akibat dari kenyataan yang pemah dialami sangat terasa bilamana pengalaman itu mengancam eksistensi hidupnya. (b). Kecemasan neorotis (syaraf)
Kecemasan ini timbul karena pengamatan tentang bahaya dari naluriah. Menurut Sigmund Freud, kecemasan ini dibagi tiga macam, yakni :
(1) Kecemasan yang timbul karena penyesuaian diri dengan lingkungan. Kecemasan timbul karena orang itu takut akan bayangannya sendiri, atau takut akan id-nya sendiri, sehingga menekan dan menguasai ego. Kecemasan semacam ini menjadi sifat dari seseorang yang gelisah, yang selalu mengira bahwa seseuatu yang hebat akan terjadi.
(2) Bentuk ketakutan yang tegang dan irrasional (phobia). Bentuk khusus dari phobia adalah, bahwa intensitet ketakutan melebihi proporsi yang sebenamya dari obyek
yang ditakutkannya. Misalnya seorang gadis takut memegang benda yang terbuat dari karet. Ia tidak mengetahui sebab ketakutan tersebut, setelah dianalisis; ketika masih kecil dulu ia sering diberi balon karet oleh ayahnya, satu untuk dia dan satu untuk adiknya. Dalam suatu pertengkaran ia memecahkan balon adiknya, sehingga ia mendapat hukuman yang keras dari ayahnya. Hukuman yang didapatnya dan perasaan bersalah menjadi terhubung dengan balon karet.
(3) Rasa takut lain ialah rasa gugup, gagap dan sebagainya. Reaksi ini munculnnya secara tiba-tiba tanpa ada provokasi yang tegas. Reaksi gugup ini adalah perbuatan meredakan din yang bertujuan untuk membebaskan seseorang dari kecemasan neorotis yang sangat menyakitkan dengan jalan melakukan sesuatu yang dikehendaki oleh id meskipun ego dan superego melarangnya.
(c). kecemasan moril
Kecemasan moril disebabkan karena pribadi seseorang.Tiap pribadi memiliki bennacam-macam emosi antara lain: hi, benci, dendam, dengki, marah, gelisah, cinta, rasa kurang.
Rasa iri, benci, dengki, dendam itu merupakan sebagian dari pemyataan individu secara keseluruhan berdasarkan konsep yang kurang sehat. Oleh karena itu sering alasan untuk iri, benci, dengki itu kurang dapat dipahami orang lain.
B. SEBAB-SEBAB ORANG GELISAH
Apabila kita kaji, sebab-sebab orang gelisah adalah karena pada hakekatnya orang takut kehilangan hak-haknya. Hal itu adalah akibat dari suatu ancaman, baik ancaman dari luar maupun dari dalam.
C. USAHA-USAHA MENGATASI KEGELISAHAN
Mengatasi kegelisahan ini pertama-tama hams mulai dari diri kita sendiri, yaitu kita hams bersikap tenang. Dengan sikap tenang kita dapat berpikir tenang, sehingga segala kesulitan dapat kita atasi.
Contoh
Dokter yang menghadapi istri dan anaknya yang sedang sakit, justru tidak dapat merasa tenang, karena ada ancaman terhadap haknya. Dokter tidak dapat berbuat apa-apa bila menghadapi keluarganya yang sakit, karena is merasa khawatir. Dalam hal ini dokter itu hams bersikap seperti menghadapi pasien yang bukan keluarganya.
D. KETERASINGANKeterasingan berasal dari kata terasing, dan kata itu adalah dari kata dasar asing. Kata asing berarti sendiri, tidak dikenal orang, sehingga kata terasing berarti, tersisihkan dari pergaulan, terpisahkan dari yang lain, atau terpencil. Jadi kata keterasingan berarti hal-hal yang berkenaan dengan tersisihkan dari pergaulan, terpencil atau terpisah dari yang lain.
Terasing atau keterasingan adalah bagian hidup manusia. Sebentar atau lama orang pemah mengalami hidup dalam keterasingan, sudah tentu dengan sebab dan kadar yang berbeda satu sama lain.
Yang menyebabkan orang berada dalam keterasingan itu ialah perilakunya yang tidak dapat diterima atau tidak dapat dibenarkan oleh masyarakat, atau kekurangan yang ada pada diri seseorang, sehingga is tidak dapat atau sulit menyesuaikan diri dalam masyarakat.
E. KESEPIAN
Kesepian berasal dari kata sepi yang berarti sunyi atau lengang, sehingga kata kesepian berarti merasa sunyi atau lengang, tidak berteman. Setiap orang pemah mengalami kesepian, karena kesepian bagian hidup manusia, lama rasa sepi itu bergantung kepada mental orang dan kasus penyebabnya.
Sebab-sebab terjadinya kesepian
Bermacam-macam penyebab terjadinya kespian. Frustasi dapat mengakibatkan kesepian. Dalam hal seperti itu orang tidak mau diganggu, ia lebih senang dalam keadaan sepi, tidak suka bergaul, dan sebagainya. Ia lebih senang hidup sendiri.
Contoh
Pangeran Sidharta, putra raja Kapilawastu, meninggalkan istana, tempat kemewahan, keramaian, dan ketidakpastian. Karena frustasi menyaksikan kontradiksi keadaan istana dengan keadaan luar istana yang penuh penderitaan, maka ia meninggalkan istana pergi ke tempat yang sepi, mencari hakekat hidup.

F. KETIDAKPASTIAN
Ketidak pastian berasal dari kata tidak pasti artinya tidak menentu, tidak dapat ditentukan, tidak tahu, tanpa arah yang jelas, tanpa asal-usul yang jelas. Ketidak pastian artinya keadaan yang tidak pasti, tidak tentu, tidak dapat ditentukan, tidak tahu, keadaan tanpa arah yang jelas, keadaan tanpa asal-usul yang jelas. Itu semua adalah akibat pikirannya tidak dapat konsentrasi. Ketidak konsentrasian disebabkan oleh berbagai sebab, yang jelas pikirannya kacau.
Ketidakpastian tentang lulus atau tidak dalam ujian sarjana yang sudah lama ditunggu-tunggu membuat orang gelisah. lulus atau tidak lulus ujian sarjana akan menentukan status atau karir seseorang dalam hidupnya. Ketidakpastian ini akan merugikan, karena status dari karir itu terancam. Karena ketidakpastian itu status yang telah ditetapkan oleh atasan menjadi hilang, berhubung ada orang lain yang lebih dulu memenuhinya.

Manusia dan Tanggung Jawab


A.Tanggung Jawab

Pengertian tanggung jawab memang seringkali terasa sulit untuk menerangkannya dengan tepat. Adakalanya tanggung jawab dikaitkan dengan keharusan untuk berbuat sesuatu, atau kadang-kadang dihubungkan dengan kesedihan untuk menerima konsekuensi dari suatu perbuatan. Banyaknya bentuk tanggung jawab ini menyebabkan terasa sulit merumuskannya dalam bentuk kata-kata yang sederhana dan mudah dimengerti. Tetapi kalau kita amati lebih jauh, pengertian tanggung jawab selalu berkisar pada kesadaran untuk melakukan, kesediaan untuk melakukan, dan kemampuan untuk melakukan.

Dalam kebudayaan kita, umumnya "tanggung jawab" diartikan sebagai keharusan untuk "menanggung" dan "menjawab" dalam pengertian lain yaitu suatu keharusan untuk menanggung akibat yang ditimbulkan oleh perilaku seseorang dalam rangka menjawab suatu persoalan.

Pada umumnya banyak keluarga berharap dapat mengajarkan tanggung jawab dengan memberikan tugas-tugas kecil kepada anak dalam kehidupan sehari-hari. Dan sebagai orangtua tentunya kita pun berkeinginan untuk menanamkan rasa tanggung jawab pada anak.

Tuntutan yang teguh bahwa anak harus setia melakukan tugas-tugas kecil itu, memang menimbulkan ketaatan. Namun demikian bersamaan dengan itu bisa juga timbul suatu pengaruh yang tidak kita inginkan bagi pembentukan watak anak, karena pada dasarnya rasa tanggung jawab bukanlah hal yang dapat diletakkan pada seseorang dari luar, rasa tanggung jawab tumbuh dari dalam, mendapatkan pengarahan dan pemupukan dari sistem nilai yang kita dapati dalam lingkungan keluarga dan masyarakat. Rasa tanggung jawab yang tidak bertumpuk pada nilai-nilai positif, adakalanya dapat berubah menjadi sesuatu yang asosial.

Ada beberapa cara yang dapat diterapkan untuk mendidik anak sejak usia dini agar menjadi anak yang bertanggung jawab, sebagaimana Charles Schaeffer, Ph.D. mengutip apa yang pernah dikemukakan oleh Dr. Carlotta De Lerma, tentang prinsip-prinsip penting yang harus dilakukan untuk membantu anak bertanggung jawab.

1. Memberi teladan yang baik.
Dalam mengajarkan tanggung jawab kepada anak, akan lebih berhasil dengan memberikan suatu teladan yang baik. Cara ini mengajarkan kepada anak bukan saja apa yang harus dilakukan dan bagaimana cara melakukannya, akan tetapi juga bagaimana orangtua melakukan tugas semacam itu.

2. Tetap dalam pendirian dan teguh dalam prinsip.
Dalam hal melakukan pekerjaan, orangtua harus melihat apakah anak melakukannya dengan segenap hati dan tekun. Sangat penting bagi orangtua untuk memberikan suatu perhatian pada tugas yang tengah dilakukan oleh si anak. Janganlah sekali-kali kita menunjukkan secara langsung tentang kesalahan-kesalahan anak, tetapi nyatakanlah bagaimana cara memperbaiki kesalahan tersebut. Dengan demikian orantua tetap dalam pendirian, dan teguh dalam prinsip untuk menanamkan rasa tanggung jawab kepada anaknya.

3. Memberi anjuran atau perintah hendaknya jelas dan terperinci.
Orangtua dalam memberi perintah ataupun anjuran, hendaklah diucapkan atau disampaikan dengan cukup jelas dan terperinci agar anak mengerti dalam melakukan tugas yang dibebankan kepadanya.

4. Memberi ganjaran atas kesalahan.
Orangtua hendaknya tetap memberi perhatian kepada setiap pekerjaan anak yang telah dilakukannya sesuai dengan kemampuannya. Tidak patut mencela pekerjaan anak yang tidak diselesaikannya. Kalau ternyata anak belum dapat menyelesaikan pekerjaannya saat itu, anjurkanlah untuk dapat melakukan atau melanjutkannya besok hari. Dengan memberikan suatu pujian atau penghargaan, akan membuat anak tetap berkeinginan menyelesaikan pekerjaan itu. Seringkali orangtua senang menjatuhkan suatu hukuman kepada anak yang tidak berhasil menyelesaikan tugasnya. Andaikan memungkinkan lebih baik memberikan ganjaran atas kesalahan dan tidak semata-mata mempermasalahkannya.

5. Jangan terlalu banyak menuntut.
Orangtua selayaknya tidak patut terlalu banyak menuntut dari anak, sehingga dengan sewenang-wenang memberi tanggung jawab yang tidak sesuai dengan kemampuannya. Berikanlah tanggung jawab itu setahap demi setahap, agar si anak dapat menyanggupi dan menyenangi pekerjaan itu.

Suatu kebiasaan yang keliru pada orangtua dalam hal mendidik anak, adalah bahwa mereka seringkali sangat memperhatikan dan mengikuti emosinya sendiri. Tetapi sebaliknya emosi anak-anak justru kurang diperhatikan. Orangtua boleh saja marah kepada anak, akan tetapi jagalah supaya kemarahan yang dinyatakan dalam tindakan seperti omelan dan hukuman itu benar-benar tepat untuk perkembangan jiwa anak. Dengan perkataan lain, marahlah pada saat si anak memang perlu dimarahi.

Anak-anak yang sudah mampu berespon secara tepat, adalah anak yang sudah mampu berfikir dalam mendahulukan kepentingan pribadi. Dan anak seperti ini sudah tinggal selangkah lagi kepada pemilikan rasa tanggung jawab.

Pada hakekatnya tanggung jawab itu tergantung kepada kemampuan, janganlah lantas kita mengatakan bahwa anak yang berusia tujuh tahun itu tidak mempunyai tanggung jawab, karena tidak menjaga adiknya secara baik, sehingga si adik terjatuh dari atas tembok. Sesungguhnya anak yang baru berusia tujuh tahun tidak akan mampu melakukan hal seperti itu. Jelaslah bahwa beban tanggung jawab yang diserahkan pada seorang anak haruslah disesuaikan dengan tingkat kematangan anak. Untuk itu dengan sendirinya orangtua merasa perlu untuk lebih jauh mengenal tentang kemampuan anaknya.

Dalam memberikan anak suatu informasi tentang hal yang harus dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan adalah sangat penting. Tanpa pengetahuan ini anak tidak bisa disalahkan bila ia tidak mau melakukan apa yang seharusnya ia lakukan. Namun untuk sekedar memberitahu secara lisan, seringkali tidak cukup. Orangtua juga harus bisa menjelaskan dengan contoh bagaimana caranya melakukan hal tersebut, disamping harus dijelaskan alasan-alasan mengapa hal itu harus dilakukan, atau tidak boleh dilakukan.

Biasanya kita cenderung untuk melihat rasa tanggung jawab dari segi- segi yang konkrit, seperti: apakah tingkah lakunya sopan atau tidak; kamar anak bersih atau tidak; apakah si anak sering terlambat datang ke sekolah atau tidak; dan sebagainya.

Seorang anak bisa saja berlaku sopan, datang ke sekolah tepat pada waktunya, tetapi masih juga membuat keputusan-keputusan yang tidak bertanggungjawab. Contoh seperti ini seringkali kita jumpai terutama pada anak-anak yang selalu mendapatkan instruksi atau petunjuk dari orangtua mengenai apa yang mesti mereka kerjakan, sehingga mereka kurang mendapat kesempatan untuk mengadakan penilaian sendiri, mengambil keputusan sendiri serta mengembangkan norma-norma yang ada dalam dirinya.

Rasa tanggung jawab sejati haruslah bersumber pada nilai-nilai asasi kemanusiaan. Nilai-nilai tidak dapat diajarkan secara langsung. Nilai-nilai dihirup oleh anak dan menjadi bagian dari dirinya hanya melalui proses identifikasi, dengan pengertian lain, anak menyamakan dirinya dengan orang yang ia cintai dan ia hormati serta berusaha meniru mereka. Contoh hidup yang diberikan orangtua, akan menciptakan suasana yang diperlukan untuk belajar bertanggung jawab. Pengalaman-pengalaman konkrit tertentu memperkokoh pelajaran itu, sehingga menjadi bagian dari watak dan kepribadian anak.

Jadi jelaslah, bahwa masalah rasa tanggung jawab pada anak, akhirnya kembali pada orangtuanya sendiri, atau dengan kata lain terpulang pada nilai-nilai dalam diri orangtua, yaitu seperti tercermin dalam mengasuh dan mendidik anak.

C. PENGABDIAN DAN PENGORBANAN

Wujud tanggung jawab juga berupa pengabdian dan pengorbanan. Pengabdian dan pengorbanan adalah perbuatan baik untuk kepentingan manusia itu sendiri.


(a). Pengabdian
Pengabdian adalah perbuatan baik yang berupa pikiran, pendapat ataupun tenaga sebagai perwujudan kesetiaan, cinta, kasih sayang, honnat, atau satu ikatan dan semua itu dilakukan dengan ikhlas.


(b). Pengorbanan
Pengorbanan berasal dari kata korban atau kurban yang berarti persembahan, sehinggaa pengorbanan berarti pemberian untuk menyatakan kebaktian. Dengan demikian pengorbanan yang bersifat kebaktian itu mengandung unsur keikhlasan yang tidak mengandung pamrih. Suatu pemberian yang didasarkan atas kesadaran moral yang tulus ikhlas semata-mata.Perbedaan antara pengertian pengabdian dan pengorbanan tidak begitu jclas. Karena adanya pengabdian tentu ada pengorbanan. Antara sesama kawan, sulit dikatakan pengabdian, karena kata pengabdian mengandung arti lebih rendah tingkatannya. Tetapi untuk kata pengorbanan dapat juga diterapkan kepada sesama teman. Pengorbanan merupakan akibat dari pengabdian. Pengorbanan dapat berupa harta benda, pikiran, perasaan, bahkan dapat juga berupa jiwanya. Pengorbanan diserahkan secara ikhlas tanpa pamrih, tanpa ada perjanjian, tanpa ada transaksi, kapan saja diperlukan.Pengabdian lebih banyak menunjuk kepada perbuatan sedangkan, pengorbanan lebih banyak menunjuk kepada pemberian sesuatu misalnya berupa pikiran, perasaan, tenaga, biaya, waktu. Dalam pengabdian selalu dituntut pengorbanan, tetapi pengorbanan belum tentu menuntut pengabdian.

Contoh Pengabdian :
Kesediaan seorang guru sekolah dasar ditempatkan di pelosok terpencil daerah transmigrasi, adalah pengabdian yang juga menuntut pengorbanan. Dikatakan pengabdian karena ia mengajar di situ tanpa menerima gaji dari pemerintah, tanpa diurus oleh pihak berwenang usul pengangkatannya, ia hanya bertanggung jawab untuk kemajuan dan kecerdasan masyarakat / bangsanya. la hanya menerima penghargaan dan belas kasihan dari masyarakat setempat. Pengorbanan yang ia berikan berupa tenaga, pikiran, waktu untuk kepentingan anak didiknya.

Minggu, 01 Januari 2012

keadilan pada kasus Prita Mulyasari


Kasus Prita Mulyasari Kembali Mengusik Keadilan

Kasus Prita Mulyasari Kembali Mengusik Keadilan - Sebelumnya, LM menghaturkan berduka atas matinya rasa keadilan dan semakin banyaknya jeritan hati yang menuntut keadilan di negeri tercinta ini. Untuk yang kesekian kalinya, wajah hukum di negeri ini kembali mengusik rasa keadilan rakyaknya, di saat pemerintah buram atas hilangnya Nazaruddin yang kabur dari jeratan hukum kini ketukan palu kasasi Mahkamah Agung mengabulkan kasasi jaksa dalam kasus Prita Mulyasari dengan vonis enam bulan dengan masa percobaan satu tahun.

http://lingkarmerah.blogspot.com/Pada 29 Desember 2009 sebenarnya majelis hakim Pengadilan Negeri Tangerang sudah memutuskan bebas atas Prita dari tuntutan jaksa dengan dakwaan pencemaran nama baik Rumah Sakit (RS) Omni Internasional tidak terbukti secara sah dan meyakinkan yang sebelumnya Prita diwajibkan membayar uang ganti rugi sebesar Rp 204 juta kepada RS Omni Internasional.

Seperti dilansir Berita8, ketika ditanya soal putusan MA, dirinya mengaku bingung. "Bingung. Karena di PN Tangerang sudah sangat terbuka dengan pembuktian dan saksi-saksi. Hakim sudah memvonis bebas. Namun pada saat di MA, mereka menggelar sidang tertutup, saya tak hadir, kuasa hukum tak hadir, masyarakat juga tak tahu prosesnya seperti apa, kok tiba-tiba saya dinyatakan bersalah, bingung. Benar-benar bingung," ungkap Prita.

Berdasarkan informasi dari situs Mahkamah Agung, diketahui bahwa MA mengabulkan kasasi jaksa penuntut umum perkara Prita pada 30 Juni 2011. Dengan demikian, Prita dinyatakan bersalah di tingkat kasasi.

Majelis hakim agung yang memutuskan perkara tersebut adalah Zaharuddin Utama, Salman Luthan, dan Imam Harjadi. Putusan tersebut bernomor 822 K/PID.SUS 2010 atas kasus tindak pidana informasi elektronik.
http://lingkarmerah.blogspot.com/2011/07/kasus-prita-mulyasari-kembali-mengusik.html

Penderitaan Palestina


Penderitaan Palestina

unduk | Al-Huda,Sosial | Saturday, January 10th, 2009
bombardir jalur gazaPertanyaan :
Dari serangan biadab Israel atas bangsa Palestina diGaza jelas sekali terlihat bahwa barat, Amerika, Eropa dan Australia itu anti Islam, Bahkan memusuhi Islam. Lihat saja kalau Sudan yang membela diri dari pemberontakan disebut “penjahat perang”, sampai-sampai presiden Sudan mau diadili di pengadilan penjahat perang, sementara Israel yang membunuh rakyat Palestina dengan membabi buta dibenarkan sebagai hak “pembelaan diri”.
Saya betul-betul bingung dan tidak mengerti dengan standar hukum dan norma yang dipakai oleh Amerika, Eropa dan Australia. Yang tebih bikin saya bingung lagi dan terheran-heran adalah sikap sebaglan “tokoh” umat Islam yang membeo saja dengan apa yang dikatakan oleh barat Seakan-akan barat selalu benar.
Irak dihancurkan, Afghanistan diluluh lantakkan, Sudan diobok-obok tapi para tokoh Islam itu tidak juga bersuara? Israel membunuh bangsa Palestina dengan terang-terangan, jelas sekali hal itu diperlihatkan oleh jaringan 7V diseluruh dunia, bahkan oleh TV negara-negara barat itu sendiri.
Apa kata dunia? Ya apa kata dunia terhadap sikap tokoh-tokoh Islam Indonesia yang hanya berdiam diri terhadap segala macam musibah dan bencana yang menimpa umat Islam?
Kira-kira apa ya kata dunia?. Saya kira tak lain adalah meremehkan dan menertawakan atas sikap pengecut dan penakut para tokoh Islarn Indonesia.
Saya betul-betul marah dan geram kepada Israel dan juga kepada pendukung-pendukungnya, khususnya kepada Amerika Serikat yang kerjannya setiap hari adalah mengobok-obok dan menghancurkan negara-negara Islam Apa yang harus dikerjakan? Saya bersedia jihad, menyerahkan selembar jiwa saya ini. Bagaimana caranya?
Jawaban :
Siapa orang yang tidak marah dan tidak geram melihat kebiadaban Israel yang secara jelas sekali terpampang di TV?. Siapapun orang yang tidak marah dan tidak geram, maka orang itu tidak punya hati nurani! Tidak usah menjadi seorang muslim, untuk menyatakan bahwa tindakan Israel itu biadab, seorang kristen, seorang hindu bahkan seorang komunispun, kalau dia masih manusia yang mempunyai hati nurani, pasti orang itu akan marah dan geram.
Tapi, marah dan geram saja tidak menyelesaikan masalah. Israel tetap saja biadab. Amerika, Eropa dan Australia tetap saja menjadi penonton dan dimana perlu siap siaga menjadi pendukung Israel! Itu adalah kenyatan! Itulah realita yang nyata! Dan kita umat manusia Khususnya umat Islam harus menerima kenyatan itu apa adanya! Kita tidak boleh berandai-andai. Realita yang keras dan menyakitkan hati, memang begitu!!!
Apa yang terjadi di Gaza sekarang hanyalah pengulangan terhadap apa yang dialami Yaser Arafat danPLO-nya dua puluh tahun yang silam di Yordania dan di Libanon yang dikenal sebagai “september hitam”.
Jawaban terhadap permasalahan ini sudah diketahui dengan persis oleh umat Islam seluruh dunia semenjak lama, yaitu persatuan umat Islam. Tapi disitulah masalahnya, sulitnya bersatunya umat Islam adalah suatu kenyataan yang menjengkelkan Jangankan seluruh dunia Islam, negara-negara Arab sendiri yang tergabung di dalam Liga Arab tidak pernah bersatu. Selalu saja cekcok. Yang satu ke kanan. Yang lain ke kiri. Yang lainnya mbalelo tidak ambil peduli dengan apa yang terjadi.
Penderitaan rakyat Palestina di Gaza sekarang ini lebih berat lagi. Bukan saja negara-negara Arab tidak bersatu. Bahkan bangsa Palestina sendiri tidak bersatu. Terpecah antara Hamas dan Fatah. Di Gaza yang berkuasa adalah Hamas yang didapatnya dengan berdarah-darah, yaitu dengan mengusirdan membunuh Fatah dari Gaza.
Isreal sekarang berdalih bukan menyerang Palestina, melainkan menyerang Hamas. Dan Fatah sendiri dibuat dalam posisi dilemmatis. Membela Hamas dan mengutuk Israel? Atau mbalelo? Inilah kenyataan yang pahit itu!
Sebenarnya, yang harus menyelesaikan masalah Palestina adalah bangsa Palestina sendiri. Almarhum Yaser Arafat sebenarnya telah melakukan hal yang besar dan sangat positif untuk bangsa Palestina, yaitu melakukan perjanjian damai dengan Israel, Perjanjian Oslo tahun 1993, menyepakati berdirinya dua negara berdampingan, Palestina dan Israel Berdasarkan kesepakatan tersebut Yaser Arafat pulang ke Palestina (dari Mesir) dan mendirikan pemerintahan di Ramallah.
Sayangnya, perjanjian damai tersebut ditolak oleh sayap kanan Israel dan garis keras Palestina yang diwakili oleh Hamas. Simon Peres perdana menteri Israel mati terbunuh oleh fanatikus sayap kanan Israel. Sementara almarhum Yaser Arafat, kabarnya keracunan sehingga menemui ajalnya.
Sayangnya lagi, kenyataan menunjukkan garis keras dari kedua belah pihak menjadi dominan dan menentukan, sehingga perjanjian damai bagi berdirinya negara Palestina sampai hari ini tak kunjung terealisir (Resminya negara Palestina sampai hari ini belum ada, sekalipun pemimpinnya sudah disebut presiden dan mendapatkan protokoler sebagai presiden. Hal ini menjadi salah satu keanehan dalam tata pergaulan internasional. Karena hal serupa itu diluar pakem diplomatik yang ada).
Pemilu Palestina 2006 yang dimenangkan oleh Hamas sebenarnya bisa menjadi momentum untuk menyelesaikan masalah. Sayangnya Hamas justru mementahkannya dengan tidak mengakui eksistensi negara Israel. Suatu sikap Hamas yang sulit dipahami, disatu pihak Hamas ikut pemilu dalam satu pemerintahan yang berdiri karena perjanjian Oslo, tapi dipihak lain Hamas ingin meghapuskan inti sari dari perjanjian Oslo. Maka semenjak itu (2006) semua soal Palestina menjadi mentah kembali. Suatu keadaan yang memang diinginkan pula oleh sayap kanan lsrael.
Masalah krusial yang diahadapi oleh almarhum Yaser Arafat adalah mengenai batas negara. Palestina menunggu konsep Israel, sementara Israel tidak kunjung mengajukan kon-sep batas negara. Padahal posisi sebenarnya bisa dibalik, Palestina mengajukan peta batas negara, dan posisikan Israel sebagai pihak yang membahas konsep Palestina.
Tentu perundingan akan alot Tapi, lama kelamaan masalah bisa mengerucut untuk diselesaikan. Sedangkan sekarang posisinya ngambang, sehingga negara Palestina tak kunjung diproklamasikan. Itulah masalah yang harus kita fikirkan bersama. Dan inilah jihad yang perlu dilaksanakan.
Sumber : Buletin Dakwah Al-Huda No. 1153 Tahun ke-23 – 9 Januari 2009

Makna Pembalasan


Pembalasan

Pembalasan ialah suatu reaksi atas perbuatan orang lain. Reaksi itu dapat berupa perbuatan yang serupa, perbuatan yang seimbang, tingkah laku yang serupa, tingkah laku yang seimbang. Pembalasan disebabkan oleh adanya pergaulan. Pergaulan yang bersahabat mendapat balasan yang bersahabat. Sebaliknya pergaulan yagn penuh kecurigaan menimbulkan balasan yang tidak bersahabat pula. Pada dasarnya, manusia adalah mahluk moral dan mahluk sosial.

Dalam bergaul manusia harus mematuhi norma-norma untuk mewujudkan moral itu. Bila manusia berbuat amoral, lingkunganlah yang menyebabkannya. Perbuatan amoral pada hakekatnya adalah perbuatan yang melanggar atau memperkosa hak dan kewajiban manusia. Oleh karena itu manusia tidak menghendaki hak dan kewajibannya dilanggar atau diperkosa, maka manusia berusaha mempertahankan hak dan kewajibannya itu. Mempertahankan hak dan kewajiban itu adalah pembalasan.

http://massofa.wordpress.com/


Pengertian Kejujuran dan Kecurangan


Kejujuran

Kejujuran atau jujur artinya perkataan yang sesuai dengan kenyataan yang ada. Sedang kenyataan yang ada itu adalah kenyataan yang benar-benar ada. Jujur juga berarti apa yang kita ucapkan sama dengan apa yang kita lakukan. Dan jujur juga bisa dalam artian menempati janji, mau yang telah terucap atau yang masih dalam hati nurani. Teguhlah pada kebenaranmu, sekalipun kejujuran lebih menyakitkan, serta janganlah berdusta meski dusta itu dapat menguntungkanmu.

Pada dasarnya jujur atau kejujuran dilandasi oleh kesadaran moral yang tinggi, kesadaran pengakuan akan hak dan kewajiban yang sama, dan rasa takut akan dosa. Menurut M. Alamsyah nurani bila dikembangkan bisa menjadi budi nurani yang merupakan tempat menyimpan keyakinan, dan dari keyakinan tersebut bisa diketahui kepribadiannya.

Kecurangan

Kecurangan atau curang identik dengan ketidakjujuran atau tidak jujur. Curang atau kecurangan artinya apa yang terjadi tidak sesuai dengan apa yang diinginkan dan berusaha mendapatkannya dengan berbagai cara, walaupun dengan cara yang tidak baik/tidak sepantasnya. Kecurangan menyebabkan orang menjadi serakah, tamak, ingin menimbun kekayaan yang berlebihan dengan tujuan agar dianggap sebagai orang yang paling hebat, paling kaya, dan senang bila masyarakat disekelilingnya hidup menderita.

Bermacam-macam sebab orang melakukan kecurangan. Ditinjau dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya, ada 4 aspek yaitu aspek ekonomi, aspek kebudayaan, aspek peradaban dan aspek teknik. Apabila keempat asepk tersebut dilaksanakan secara wajar, maka segalanya akan berjalan sesuai dengan norma-norma moral atau norma hukum. Akan tetapi, apabila manusia dalam hatinya telah digerogoti jiwa tamak, iri, dengki, maka manusia akan melakukan perbuatan yang melanggar norma tersebut dan jadilah kecurangan.

Makna Kebenaran


Kita perlu menentukan definisi tentang sesuatu hal karena hal itu penting sekali sebagai titik tolak kerangka berfikir kita tentang sesuatu yang berujung kepada pola, bentuk, dan cara berkeyakinan dan berkelakuan kita. Dan sesuatu yang amat penting bagi kehidupan kita di dunia ini adalah mengetahui “ apa sih definisi kebenaran itu ? ”, karena hal ini akan menentukan nasib kita kelak. Ini adalah persoalan manusia yang sangat mendasar yang menjadi persoalan dan dipersoalkan oleh manusia sejak adanya manusia. Dan telah banyak para ahli pikir mendefinisikan kebenaran ini namun tanpa bimbingan wahyu (yang berupa kalam/kalimat-kalimat) dari Alloh (di dalam Al-Qur’an). Bagaimana wahyu (Al-Qur’an) menunjukkan jalan dan membimbing kita dalam menentukan definisi kebenaran ini ? Mari kita buka Al-Qur’an.
Kata kebenaran secara bahasa artinya adalah hal/perkara yang benar. Dalam bahasa Al-Qur’an ada dua kata yang sepadan maknanya dengan kata ini yaitu “al-haqq” dan “ash-shidq” yang membimbing kepada kita kepada pengertian adanya dua jenis kebenaran.
Kebenaran Jenis Pertama yakni Al-Haqq
Dikatakan di dalam QS 13 ayat 17 ,” anzala minas-sama-i ma-an fasalat audiyatu biqodariha fahtamalas-sailu zabadar robiya wa mimma yuqiduna ‘alaihi fin-narib-tigho-a hilyatin au mata-in zabadum mitsluhu kadzalika yadhribul-lohul-haqqa wal-bathila fa-ammaz-zabadu fayadzhabu jufa-a wa amma ma yanfa’un-nasa fayamkutsu fi-ardhi, kadzalika yadhribul-lohul-amtsala “, yang artinya, “ Dia (Alloh) telah menurunkan air (hujan) dari langit (yakni awan), maka mengalirlah air itu di lembah-lembah menurut ukurannya, maka aliran (air) itu membawa buih yang mengambang dan dari apa (yakni logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat, ada (pula) buihnya seperti buih aliran (air) itu. Demikianlah Alloh membuat perumpamaan (antara) al-haqq dan al-bathil. Adapun buih itu (sebagai perumpamaan al-bathil) akan hilang sebagai sesuatu yang tidak ada harganya, adapun yang memberi manfaat kepada manusia (sebagai perumpamaan al-haqq), maka ia akan tetap di bumi. Demikianlah Alloh membuat perumpamaan-perumpamaan “
Dari ayat ini kita tahu al-haqq adalah lawan dari pada al-bathil. Kalau al-bathil maknanya yang sia-sia, yang tidak bermanfaat, yang tidak berguna bagi manusia (yang diumpamakan sebagai buih dalam ayat ini) maka tentu saja dengan demikian al-haqq (kebenaran) maknanya adalah “ yang tidak sia-sia, yang bermanfaat, yang berguna bagi manusia “(yang diumpamakan sebagai air yang meresap ke dalam bumi dan menjadi sumber air yang diminum oleh manusia). Sampai disini, makna ini sesuai dengan kesimpulan dari ahli pikir yang menelorkan “teori pragmatisme kebenaran” hanya saja mereka tidak sepakat dalam menentukan apa yang berguna bagi manusia karena mereka berbeda dalam menentukan apa yang berguna bagi manusia. Dalam ayat lain Al-Qur’an memberi jalan keluar dalam masalah ini, yakni QS 11 ayat 15-16, “ man kana yuridul-hayatad-dunya wa zinataha nuwaffi ilaihim a’malahum fiha wa hum fiha la yabkhosun. Ulaikal-ladzina laisa lahum fil-akhiroti illan-naru wa habitho ma shona’u fiha wa bathilum ma kanu ya’malun “, yang artinya, “ Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami (yakni Alloh) berikan kepada mereka balasan amal (perbuatan, pekerjaan) mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akherat kecuali neraka dan lenyaplah diakherat kelak apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah (al-bathil) apa-apa yang telah mereka kerjakan “ . Ayat ini membawa kepada pengertian bahwa sesuatu yang sia-sia (al-bathil) itu tidak hanya sia-sia di dunia saja tetapi ada juga yang sia-sia diakherat kelak. Sehingga membawa makna al-haqq menjadi “ yang tidak sia-sia, yang bermanfaat, yang berguna bagi manusia di dunia dan diakherat kelak “ . Apakah manusia bisa menentukan apa yang tidak sia-sia, yang berguna, yang bermanfaat bagi manusia itu sendiri di dunia dan diakherat? Tentu tidak mungkin bisa karena mereka tidak tahu akherat. Lalu siapa yang bisa ? Hanya Alloh robbul-‘alamin. Makanya al-haqq itu mesti dari Alloh (QS 2 ayat 147). Dan Alloh tentu menurunkan wahyu-Nya kepada para Nabi dan Utusan-Nya sehingga manusia bisa tahu al-haqq itu. Sementara itu dikatakan di dalam QS 22 ayat 62, “ dzalika biannal-loha huwal-haqqu wa anna ma yad’una min dunihi huwal-bathilu wa annal-loha huwal-‘aliyyul-kabiru “, yang artinya, “ (Kuasa Alloh) yang demikian itu karena Alloh adalah (robb dan ilah atau tuan, tuhan yang) al-haqq (artinya yang bermanfaat bagi manusia di dunia dan di akherat) dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain Alloh (yakni robb dan ilah selain Alloh) itulah al-bathil (artinya yang tidak bermanfaat bagi manusia di dunia dan diakherat) dan sesungguhnya Alloh itu Dialah yang Maha Tinggi yang Maha Besar “. Ayat ini membawa kepada pengertian bahwa al-haqq (yang berguna bagi manusia baik di dunia dan diakherat) itu adalah “mengabdi/menhambakan-diri/menyembah/beribdah kepada Alloh saja” (ya’budulloha wahdah). Lalu mengabdi/menghambakan-diri/menyembah/beribadah kepada Alloh yang bagaimana al-haqq itu ?. Dikatakan di dalam QS 27 ayat 79, “ fatawakkal ‘alal-loh, innaka ‘alal-haqqil-mubin “, yang artinya, “ Maka bertawakallah kamu (wahai Muhammad saw) kepada Alloh. Sesungguhnya kamu (wahai Muhammad saw) berada di atas al-haqq yang nyata “ . Maka disini, sampailah kita pada kesimpulan akhir tentang definisi kebenaran jenis pertama yaitu kebenaran (al-haqq) adalah “ pengabdian/penghambaan-diri/penyembahan/peribadatan kepada Alloh saja seperti yang diajarkan dan dicontohkan oleh Muhammad saw “ . Inilah definisi kebenaran menurut bimbingan wahyu (Al-Qur’an). Contohnya, ketika Alloh memerintahkan sholat, kita pun sholat sebagaimana yang diajarkan dan dicontohkan oleh Muhammad saw, dan itu kita lakukan dengan niat karena Alloh semata. Ketika Alloh memerintahkan kita untuk memakai hijab/jilbab bagi wanita yang telah baligh, kitapun berhijab/berjilbab sebagaimana yang diajarkan Muhammad saw, dan itu kita lakukan dengan niat karena Alloh saja. Ketika Alloh memerintahkan kita untuk berbuat baik kepada manusia maka kitapun berbuat baik kepada manusia, dan itu kita lakukan dengan niat karena Alloh semata, dst. Itulah yang dinamakan pengabdian/penghambaan-diri/penyembahan/peribadatan kepada Alloh saja, itulah hal/perkara yang benar (kebenaran) yang seharusnya dilakukan oleh seorang manusia sebagai hamba Alloh. Namun jika itu semua kita lakukan bukan karena Alloh dan tidak sesuai dengan yang diajarkan dan dicontohkan oleh Muhammad saw maka hal itu tidak bisa dinamakan pengabdian/penghambaan-diri/penyembahan/peribadatan kepada Alloh saja yang akan tidak berguna bagi yang melakukannya di akherat kelak (al-bathil). Kebenaran jenis ini sarat dengan nilai (value) karena ditentukan oleh Alloh dan tidak ditentukan oleh manusia.
Kebenaran Jenis Kedua yakni Ash-Shidq
Kebenaran jenis ini dapat kita pahami dari pengertian kata ash-shidq dalam bahasa Arab. Kata ash-shidq adalah lawan kata dari kata al-kidzb yang artinya bohong, dusta, maka kata ash-shidq artinya adalah benar, jujur, artinya menyatakan sebagaimana adanya. Tidak bisa tidak maka kata ini sangat erat kaitannya dengan realitas, kenyataan , yakni seluruh realitas, kenyataan (atau yang ada) sebagai bukti kebenaran, kejujuran suatu perkataan, ungkapan, kabar, dll dan ini hanya sebagian kecil saja yang dapat diketahui oleh manusia yang memiliki keterbatasan panca indra dan akal. Wahyu (Al-Qur’an) membimbing kita bahwa realitas, kenyataan itu terbagi menjadi dua yaitu realitas, kenyataan yang syahadati (yakni seluruh realitas, kenyataan yang dalam jangkauan panca indra dan akal manusia) (misalnya, diri kita, matahari, bulan, pohon, sel yang amat kecil itu, dll) dan realitas, kenyataan yang ghoibi (yakni seluruh realitas, kenyataan yang diluar jangkauan panca indra dan akal manusia karena jauh dan tersembunyi dari panca indra dan akal kita) (misalnya, Alloh, ruh, masa lalu dan masa depan, alam jin, alam malaikat, surga, neraka, dll). Seperti yang dikatakan di dalam QS 59 ayat 22, “ huwal-lohul-ladzi la ilaha illa huwa, ‘alimul-ghoibi wasy-syahadati, huwar-rohmanur-rohim “, yang artinya, “ Dia, Alloh, yang tidak ada ilah (tuan, tuhan) (yang haqq) selain Dia, yang mengetahui (ada) yang (bersifat) ghoib maupun (ada) yang (bersifat) nyata “. Dan wahyu (Al-Qur’an) telah membimbing kita bahwa perkataan (al-qoul, al-hadits) Alloh adalah benar, jujur, yang menunjukkan apa adanya. Seperti yang dikatakan di dalam QS 4 ayat 122, “… wa man ashdaqo minal-lohi qila “, yang artinya, “…dan siapakah yang lebih benar (dan lebih jujur) (yang menujukkan sebagaimana adanya) perkataanya dari pada Alloh ? “. Dan di dalam QS 4 ayat 87, “ …wa man ashdaqu minal-lohi haditsa “, yang artinya, “ …dan siapakah yang lebih benar (dan lebih jujur) (yang menujukkan sebagaimana adanya) beritanya dari pada Alloh? “. Maka dengan demikian Al-Qur’an adalah Ash-Shidq (benar, jujur, menyatakan sebagaiman adanya) atau kebenaran karena ia merupakan kalam/kalimat-kalimat/perkataan Alloh.
Kebenaran jenis ini tidak akan keluar kecuali dari orang-orang yang benar, jujur (ash-shidiq) dan tidak akan mungkin keluar dari orang yang pembohong, pendusta (al-kadzib). Maka salah satu cara untuk mengetahui kebenaran jenis ini adalah dengan mengetahui kredibilitas penyampai perkataan, berita, kabar, dll tersebut, seorang yang benar, jujur ataukah seorang pembohong, pendusta.
Jadi kebenaran jenis kedua ini bisa didefinisikan dengan “ kesesuaian dengan realiatas, kenyataan yang ada “. Kebenaran jenis ini bisa bersifat netral dan bebas dari nilai (value) karena hanya menyampaikan apa adanya. Namun dalam hal-hal tertentu bisa memberi manfaat bagi manusia di dunia dan di akherat (al-haqq) karena bisa membuat manusia berkeyakinan dan berkelakukan yang benar yang membawa manfaat bagi manusia yang melakukannya diakherat kelak, misalnya, Isa anak Maryam as itu hanyalah salah seorang Rosul/Utusan Alloh seperti yang dikatakan di dalam QS 5 ayat 75 sehingga kita tidak perlu berdoa kepadanya dan kita hanya perlu berdoa kepada Alloh saja.

manusia dan keadilan

A. Makna Keadilan


Keadilan adalah kondisi kebenaran ideal secara moral mengenai sesuatu hal, baik menyangkut benda atau orang. Menurut sebagian besar teori, keadilan memiliki tingkat kepentingan yang besar. John Rawlsfilsuf Amerika Serikat yang dianggap salah satu filsuf politik terkemuka abad ke-20, menyatakan bahwa "Keadilan adalah kelebihan (virtue) pertama dari institusi sosial, sebagaimana halnya kebenaran pada sistem pemikiran" [1]. Tapi, menurut kebanyakan teori juga, keadilan belum lagi tercapai: "Kita tidak hidup di dunia yang adil" [2]. Kebanyakan orang percaya bahwa ketidakadilan harus dilawan dan dihukum, dan banyak gerakan sosial dan politis di seluruh dunia yang berjuang menegakkan keadilan. Tapi, banyaknya jumlah dan variasi teori keadilan memberikan pemikiran bahwa tidak jelas apa yang dituntut dari keadilan dan realita ketidakadilan, karena definisi apakah keadilan itu sendiri tidak jelas. keadilan intinya adalah meletakkan segala sesuatunya pada tempatnya

Berbagai Macam Keadilan:
1. Keadilan legal atau keadilan moral
Plato berpendapat bahwa keadilan dan hukum merupakan substansi rohani umum dari masyarakat yang membuat dan menjadi kesatuannya. Dalam masyarakat yang adil setiap orang menjalankan pekerjaan menurut sifat dasarnya paling cocok baginya ( the man behind the gun ). Pendapat Plato itu disebut keadilan moral, sedangkan oleh yang lainnya disebut keadilan legal
2. Keadilan distributive
Aristotele berpendapat bahwa keadilan akan terlaksana bilamana hal-hal yang sama diperlakukan secara sama dan hal-hal yang tidak sama diperlakukan tidak sama (justice is done when equels are treated equally).
3. Keadilan komutatif
Keadilan ini bertujuan untuk memelihara ketertiban masyarakat dan kesejahteraan umum.Bagi Aristoteles pengertian keadilan ini merupakan asas pertalian dan ketertiban dalam masyarakat. Semua tindakan yang bercorak ujung ekstrem menjadikan ketidakadilan dan akan merusak atau bahkan menghancurkan pertalian dalam masyarakat 
http://massofa.wordpress.com/




manusia dan penderitaan



A. Makna Penderitaan

Penderitaan berasal dari kata dasar derita. Sementara itu kata derita merupakan serapan dari bahasa sansekerta, menyerap kata dhra yang memiliki arti menahan atau menanggun. Jadi dapat diartikan penderitaan merupakan menanggung sesuatu yang tidak meyenakan. Penderitaaan dapat muncul secara lahiriah, batiniah atau lahir-batin. Penderitaan secara lahiriah dapat timbul karena adanya intensitas komkosisi yang mengalami kekurangan atau berlebihan, seperti akibat kekurangan pangan menjadi kelaparan, atau akibat makan terlalu banyak menjadi kekenyangan, tidak dapat dipungkiri keduanya dapat menimbulkan penderitaan. Adapula kondisi alam yang ekstrem, seperti ketika terik matahari membuat kepanasan, atau saat kehujanan membuat kedinginan.

Ada pula penderitaan yang secara lahiriah seperti sakit hati karena dihina, sedih karena kerabat meninggal, putus asa karena tidak lulus ujian. Atau penyesalan karena tidak melakukan yang diharapkan. Sementara yang lahir-batin dapat muncul dikarenakan penderitaan pada sisi yang satu berdampak pada sisi yang lain atau dengan kata lain penderitaan lahiriah memicu penderitaan batiniah atau sebaliknya. Misal akibat kehujanan badan menjadi kedinginan namun tidak ada tempat berteduh akibatnya mendongkol, risau atau menangis. Ada pula karena putus asa tidak lulus ujian menjadi tidak mau makan dan menimbulkan perut sakit.

Intensitas penderitaan bertingkat-tingkat, dari yang terberat hingga ringgan. Persepsi pada setiap orang juga berpengaruh menentukan intensitas penderitaan. Suatu kejadian dianggap penderitaan oleh seseorang belum tentu dianggap penderitaan bagi orang lain. Dalam artian suatu permasalahan sederhana yang dibesar-besarkan akan menjadi penderitaan mendalam apabila disikapi secara reaksioner oleh individu. Ada pula masalah yang sangat urgen disepelekan juga dapat berakibat fatal dan menimbulkan kekacauan kemudian terjadi penderitaan.

Manusia tidak dapat mengatakan setiap situasi masalahnya sama, penderitaanya sama solusinyapun sama. Penderitaan bersifat universal dapat datang kepada siapapun tidak peduli kaya maupun miskin, tua maupun muda. Penderitaan dapat muncul kapanpun dan dimanapun. Semisal saat seminar di siang hari, suasana pengap, ada kipas anginpun masih kipas-kipas membayangkan ruang ber AC, dan pulang tidur merentangkan badan di kasur empuk. Atau makan buah segar dan minum air dingin. Namun pasien rumah sakit di ruang VIP, tidur di kasur empuk ruang ber-AC, banyak buah segar dan air segar di kulkas, merasa tidak betah dan ingin cepat pulang. Ada lagi orang yang tidak mempunyai uang merasa menderita tidak dapat wisata saat liburan, namun ada pula orang yang berpergian membawa uang banyak tanpa bekal hendak liburan ternyata mobil mogok di daerah yang jauh dari permukiman, dan saat makan siang tiba, rasa lapar mulai muncur, ternyata uang tidak dapat menolong dari penderitaan karena tidak ada barang yang bisa di beli, terlebih muncul rasa gengsi atau keegoisan penumpang lain menambah penderitaan.

Penderitaan merupakan realita kehidupan manusia di dunia yang tidak dapat dielakan. Orang yang bahagia juga harus siap menghadapi tantangan hidup bila tidak yang muncul penderitaan. Dan orang yang menghadapi cobaan yang bertubi-tubi harus berpengharapan baik akan mendapatkan kebahagian. Karena penderitaan dapat menjadi energi untuk bangkit berjuang mendapatkan kebahagian yang lalu maupun yang akan datang.
Akibat penderitaan yang bermacam-macam manusia dapat mengambil hikmah dari suatu penderitaan yang dialami namun adapula akibat penderitaan menyebabkan kegelapan dalam kehidupan.
Sehingga penderitaan merupakan hal yang bermanfaat apabila manusia dapat mengambil hikmah dari penderitaan yang dialami. Adapun orang yang berlarut-larut dalam penderitaan adalah orang yang rugi karena tidak melapaskan diri dari penderitaan dan tidak mengambil hikmak dan pelajaran yang didapat dari penderitaan yang dialami.
Penderitaan juga dapat "menular" dari seseorang kepada orang lain. Misal empati dari sanak-saudara untuk membantu melepaskan penderitaan. Atau sekedar simpati dari orang lain untuk mengambil pelajaran dan perenungan.

Contoh gamblam penderitaan manusia yang dapat diambil hikmahnya diantaranya tokoh filsafat ekistensialisme Kierkegaard (1813-1855) seorang filsafat asal Denmark yang sebelum menjadi filsafat besar, sejak masa kecil banyak mengalami penderitaan. Penderitaan yang menimpanya, selain melankoli karena ayahnya yang pernah mengutuk Tuhan dan berbuat dosa melakukan hubungan badan sebelum menikah dengan ibunya, juga kematian delapan orang anggota keluarganya, termaksud ibunya, selama dua tahun berturut-turut. Peristiwa ini menimbulkan penderitaan yang mendalam bagi Soren Kierkegaard, dan ia menafsirkan peristiwa ini sebagai kutukan Tuhan akibat perbuatan ayahnya. Keadaan demikian, sebelum Kierkegaard muncul sebagai filsuf, menyebabkan dia mencari jalan membebaskan diri (kompensasi) dari cengkraman derita dengan jalan mabuk-mabukan. Karena derita yang tak kunjung padam, Kierkegaard mencoba mencari “hubungan” dengan Tuhannya, bersamaan dengan keterbukaan hati ayahnya dari melankoli. Akhirnya ia menemukan dirinya sebagai seorang filsuf eksistensial yang besar.

Penderitaan Nietzsche (1844-1900), seorang filsuf Prusia, dimulai sejak kecil, yaitu sering sakit, lemah, serta kematian ayahnya ketika ia masih kecil. Keadaan ini menyebabkan ia suka menyendiri, membaca dan merenung diantara kesunyian sehingga ia menjadi filsuf besar.
Lain lagi dengan filsuf Rusia yang bernama Berdijev (1874-1948). Sebelum dia menjadi filsuf, ibunya sakit-sakitan. Ia menjadi filsuf juga akibat menyaksikan masyarakatnya yang sangat menderita dan mengalami ketidakadilan.
Sama halnya dengan filsuf Sartre (1905-1980) yang lahir di Paris, Perancis. Sejak kecil fisiknya lemah, sensitif, sehingga dia menjadi cemoohan teman-teman sekolahnya. Penderitaanlah yang menyebabkan ia belajar keras sehingga menjadi filsuf yang besar.
Masih banyak contoh lainnya yang menunjukkan bahwa penderitaan tidak selamanya berpengaruh negatif dan merugikan, tetapi dapat merupakan energi pendorong untuk menciptakan manusia-manusia besar.

Contoh lain ialah penderitaan yang menimpa pemimpin besar umat Islam, yang terjadi pada diri Nabi Muhammad. Ayahnya wafat sejak Muhammad dua bulan di dalam kandungan ibunya. Kemudian, pada usia 6 tahun, ibunya wafat. Dari peristiwa ini dapat dibayangkan penderitaan yang menimpa Muhammad, sekaligus menjadi saksi sejarah sebelum ia menjadi pemimpin yang paling berhasil memimpin umatnya (versi Michael Hart dalam Seratus Tokoh Besar Dunia).

Dalam riwat hidup Bhuda Gautama yang dipahatkan dalam bentuk relief Candi Borobudur, terlihat adanya penderitbn. Tergambar seorang pangeran (Sidharta) yang meninggalkan istana yang bergelimangan hata, memilih ke hutan untuk menjadi biksu dan makan dengan cara megembara di hutan yang penuh penderitaan.
Riwayat tokoh tokoh besar di Indonesia pun dengan penderitaan. Buya Hamka mengalami penderitaany hebat pada masa kecil, hingga ia hanya mengecap sekolah kelas II. Namun ia mampu menjadi orang besar pada zamanya, berkat perjuangan hidup melawan penderitaan. Contoh lain adalah Bung Hata yang beberapa kali mengalami pembuangan namun pada akhirnya ia dapat menjadi pemimpin bangsanya.

Ketika membaca kisah tokoh-tokoh besar tersebut, kita dihadapkan pada jiwa besar, berani karena benar, rasa tangung-jawab, dan sebagainya. Dan tidak ditemui jiwa munafik plin-plan, dengki, iri dan sebagainya.
http://gerobak-wawasan.blogspot.com/2011/09/makalah-manusia-dan-penderitaan.html


B. Makna Sikaan



Siksaan atau penyiksaan (Bahasa Inggristorture) digunakan untuk merujuk pada penciptaan rasa sakit untuk menghancurkan kekerasan hati korban. Segala tindakan yang menyebabkan penderitaan, baik secara fisik maupun psikologis, yang dengan sengaja dilakukkan terhadap seseorang dengan tujuan intimidasibalas dendamhukumansadisme, pemaksaan informasi, atau mendapatkan pengakuan palsu untuk propaganda atau tujuan politik dapat disebut sebagai penyiksaan. Siksaan dapat digunakan sebagai suatu cara interogasi untuk mendapatkan pengakuan. Siksaan juga dapat digunakan sebagai metode pemaksaan atau sebagai alat untuk mengendalikan kelompok yang dianggap sebagai ancaman bagi suatu pemerintah. Sepanjang sejarah, siksaan telah juga digunakan sebagai cara untuk memaksakan pindah agama atau cuci otak politik.
Penyiksaan hampir secara universal telah dianggap sebagai pelanggaran berat hak asasi manusia, seperti dinyatakan Deklarasi Hak Asasi Manusia. Para penandatangan Konvensi Jenewa Ketiga dan Konvensi Jenewa Keempat telah menyetujui untuk tidak melakukan penyiksaan terhadap orang yang dilindungi (penduduk sipil musuh atau tawanan perang) dalam suatu konflik bersenjata. Penanda tangan UN Convention Against Torture juga telah menyetujui untuk tidak secara sengaja memberikan rasa sakit atau penderitaan pada siapapun, untuk mendapatkan informasi atau pengakuan, menghukum, atau memaksakan sesuatu dari mereka atau orang ketiga. Walaupun demikian, organisasi-organisasi seperti Amnesty International memperkirakan bahwa dua dari tiga negara tidak konsisten mematuhi perjanjian-perjanjian tersebut.

C. Makna Rasa Sakit



Rasa sakit adalah rasa yang dirasakan atau dialami oleh penderita dan setiap manusia akan selalu mengalaminya. Rasa sakit dan siksaan merupakan rentetan sebab akibatnya. Karena ada siksaan orang merasa sakit, dan karena merasa sakit orang menderita. Banyak hikmah yang bisa kita ambil dari rasa sakit, misalnya timbul rasa kasihan terhadap penderita, adanya rasa keprihatinan manusia, rasa social, dapat mendekatkan diri penderita kepada Tuhan, dll.


D. Makna Sumber Penderitaan

Sumber penderitaan merupakan hal yang menyebabkan seseorang merasakan atau mengalami sebuah penderitaan. Sumber penderitaan tersebut dapat berupa kekecewaan yang mendalam akibat kegagalan mencapai suatu tujuan, kehilangan seseorang yang sangat dicintainya, musibah seperti banjir, gempa bumi , dll yang menimpa saudara atau teman dekat kita, dan lain sebagainya.

E. Upaya Untuk Menghindarkan dan Menghilangkan Penderitaan

Penderitaan jiwa, berat maupun ringan, sudah menjadi bagian dari kehidupan manusia di zaman modern ini. Sadar atau tak sadar, banyak orang merasakan penderitaan dan rintihan dalam batinnya. Terhibur dalam keramaian tapi gelisah dalam kesendirian, menjerit dalam kesunyian, menemukan orang yang tepat untuk curhat sulit, orang tua tidak mengerti. Problem ini dirasakan termasuk oleh orang-orang yang taat menjalankan kehidupan ritual agamanya sehari-hari. Dalam keramaian seperti tak ada masalah, ceria, riang dan gembira, tapi dalam kesendirian dan kesunyian, batinnya menjerit karena masalah tak hilang-hilang, beban perasaan terasa berat, stres oleh pekerjaan yang menumpuk, jodoh tak kunjung datang, uang dan materi berlimpah tapi tak ada ketenangan hidup, makanan banyak tapi tak ada kenikmatan dst. Akhirnya, tak betah di rumah, asing dengan diri sendiri, hidup merasa tak bermakna. Kebahagiaan tidak tahu entah ada dimana.

Apa yang dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah seperti ini? Umumnya kita melakukan tiga berikut ini: Pertamarefresing dalam berbagai bentuknya seperti rekreasi, hiburan, nonton, olah raga, jalan-jalan, kumpul-kumpul, nongkrong di cafĂ©, belanja menghabiskan waktu dan uang. Kedua, menyibukkan diri dalam berbagai aktifitas yang diharapkannya bisa melupakan problem-problem hidupnya untuk sementara. Ketiga, menghukum dirinya dengan duduk berjam-jam depan komputer menghabiskan waktu dengan main game, chattingatau yang paling populer sekarang, fesbukan. Ditulislah status-status yang berisi kalimat-kalimat indah, puisi atau curhat yang mengkespresikan penderitaan jiwa yang sedang dialaminya: tentang kehampaan hidup, ketiadaan cinta, kesendirian, kekecewaan dan lain-lain. Dengan cara-cara itu ia berharap penderitaannya akan berkurang atau hilang. Tapi kenyataan tidak, masalah tetap saja muncul dan muncul lagi. Mengatasi penderitaan jiwa kepada aktivitas-aktivitas hiburan seperti itu karena kebingungannya harus bagaimana dan melakukan apa. Masalah tetap saja lestari. Akhirnya, tindakan menjadi salah kaprah. Yang menderita jiwa, yang diobatinya fisik. Sumber masalahnya dalam batin, tapi yang kita lakukan tindakan-tindakan lahir. Yang merasakannya hati tapi jawabannya adalah fikiran atau tindakan-tindakan rasional. Ibaratnya, motor rusak dibawa ke puskesmas, sakit gigi datang ke bengkel, demam pergi ke tukang jahit. Akhirnya, masalah tidak hilang-hilang!
Mengatasi penderitaan jiwa dengan bentuk-bentuk hiburan tidak akan menyelesaikan apa yang sedang kita rasakan. Yang kita dapatkan dari hiburan hanyalah kegembiraan atau kesenangan sesaat yang ketika pulang ke rumah atau kembali pada kesendirian, derita-derita itu datang lagi. Begitulah seterusnya. Karena sudah menjadi sistem kesadaran yang berlangsung lama, akhirnya penderitaan muncul terus-menerus. Di hadapan orang, mungkin penderitaan itu bisa kita sembunyikan, kita seolah biasa-biasa saja, tapi hati tidak bisa dipungkiri apalagi saat-saat menyendiri. Derita-derita itu sungguh sangat menyiksa.
Tidak Tepat Terapi
Salah terapi membuat masalah tidak sembuh-sembuh sehingga penderitaan datang terus-menerus. Setiap masalah yang dialami manusia ada sebab dan akar-akarnya sendiri. Karena itu, proses penyembuhannya pun berbeda satu sama lain. Penyembuhan dengan pendekatan agama secara umum, misalnya dengan memperbanyak dzikir, shalat sunat atau sabar dan tawakkal tidak akan menyelesaikan masalah karena itu semua tidak mengungkap akar-akar masalahya. Ibaratnya, harusnya datang ke dokter spesialis tapi kita datang ke dokter umum.
Mengatasi kesulitan hidup yang memproduksi keluhan-keluhan jiwa bukan dengan sabar dan tawakal yang sering diartikan menerima dengan pasif atau dengan wirid/dzikir sekian ribu kali, istikharah, puasa senin-kamis, tahajjud atau baca asma ul-husna dengan bilangan tertentu. Semua praktek itu untuk menenangkan jiwa bukan untuk menyelesaikan masalah. Banyak mengingat Allah dengan berdzikir itu untuk menenangkan hati: “Ala bidzikrillahi tathma’innul qulub” (Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah, hati menjadi tenang), bukan untuk membereskan masalah hingga selesai dan tidak muncul lagi. Buktinya, banyak orang rajin berdzikir tapi mental buruknya tetap saja tidak hilang, banyak orang shalatnya rajin tapi ketika mengejar keinginan tetap saja menghalalkan segala cara, banyak orang sabar dan tawakkal tetap saja jodohnya tidak datang, orang rajin puasa sunat tapi tetap saja kesadaran hidupnya rendah. Bukan ritual agamanya yang salah, tapi antara masalah dengan penyelesaian tidak nyambung, bukan ibadah yang salah, tapi pengobatan tidak tepat.
Shalat sunat, puasa sunat atau dzikir adalah ibadah tambahan untuk melengkapi atau menyempurnakan ibadah-ibadah wajib yang banyak kekurangannya atau yang kita kerjakan tidak maksimal. Ibadah-ibadah sunah itu kita laksanakan sebagai ketaatan pada nabi untuk mencontoh perilaku dan kebiasaan beliau sebagai teladan yang baik(uswatun hasanah). Kalau pun berdampak pada berkurangnya beban masalah atau kesembuhan penyakit, itu karena kasih sayang Allah saja, bukan oleh ibadah-ibadah itu, dan bukan  untuk tujuan menyelesaikan masalah kita beridabah kepada Tuhan.
Bagaimana Mengatasi Masalah yang Tepat?
Ketika penderitaan-penderitaan jiwa menghimpit seseorang pengobatannya bukan dengan memperbanyak dzikir, wirid atau membaca asma ul-husna, apalagirefreshing ke tempat-tempat hiburan. Yang seharusnya dilakukan adalah merenung dan merenung, menghisab diri (introspeksi) atas semua kesalahan, dosa, pembangkangan dan pelanggaran-pelanggaran agama yang pernah dilakukan. Tapi, ini agak sulit. Tidak mudah orang menemukan dan menyadari kesalahan-kesalahannya sendiri. Maka, cara yang benar adalah carilah orang yang bisa memberikan nasehat!! Tanyakanlah mengapa masalah demi masalah datang tak habis-habisnya, kemudian duduk, diam dan dengarkan orang yang menasehati kita.

Orang yang diminta nasehat harus orang yang tepat: yang bersih hatinya, lurus hidupnya, jernih pandangannya, taat agamanya, satu kata antara hati dan perbuatannya, bisa menguasai hawa nafsunya dan tidak mencintai dunia. Dan yang penting dicatat, bukan orang (termasuk kiayi atau ahli hikmah) yang memberikan resep-resep instan agar masalah cepat selsesai, tapi yang bisa menguraikan kesalahan-kesalahan kita, membeberkan kelemahan dan kekurangan kita, yang menunjukkan keburukan-keburukan kita, yang semua menjadi penyebab yang tidak disadari (hijab ruhani) munculnya penyakit-penyakit dalam diri kita, lahir maupun batin.
Mencari orang seperti itu tidak susah bila ada kemauan. Malas atau membayangkan sulit mencarinya adalah penghalang pertama dari kesembuhan. Cara untuk menemukan orang seperti itu adalah dengan menghidupkan kepekaan hati atau qalbu kita: siapakah dalam lingkungan pergaulan kita, atau yang pernah kita kenal atau kita dengar memiliki atau paling dekat dengan sifat-sifat yang disebutkan di atas. Kuburkanlah status sosial kita saat mencari orang seperti itu, jauhkanlah kesombongan karena kebenaran tak ditemukan melalui gengsi dan keangkuhan. Semakin mampu kita menguburkan egosime dan kesombongan, semakin rendah memandang diri sendiri, semakin merasa diri penuh dengan kelemahan dan kekurangan bahkan kehinaan, Insya Allah, “antena” kita makin kuat untuk menangkap sinyal dimana orang yang layak memberikan nasehat itu berada. Dan itu tak selalu berhubungan dengan ketenaran, usia, sebutan kiayi, ustadz dan sebagainya.
Bila sudah menemukannya, datangi lalu pintalah nasehatnya. Tanyakanlah mengapa kita selalu banyak masalah. Tanyakanlah mengapa kita terpuruk, mengapa kita jatuh, mengapa kita stres, mengapa kita tidak dihormati orang, mengapa sulit mencari jodoh, mengapa anak-anak di rumah tidak hormat dan sulit diatur dst. Tanyakanlah kesalahan dan keburukan apa yang kita lakukan. Ketika nasehat diberikan, praktekkanlah rumus 3D: duduk, diam, dengarkan!Hanya itu yang patut kita lakukan saat mendengarkan nasehat. Janganlah pernah membantah nasehat dengan penjelasan dan kata-kata, dengan pikiran, dengan argumen, bela diri dan apologi. Bila itu ditunjukkan, itulah penghalang kedua dari kesembuhan.
Penyakit umum kita adalah membantah nasehat dan banyak menjelaskan. Buanglah jauh-jauh kedua sifat itu. Argumen dan penjelasan diperlukan dalam kegiatan diskusi bukan saat menerima nasehat. Salah satu problem akut manusia modern adalah sulitnya menundukkan hati untuk mendengarkan nasehat dengan rendah hati, tawadhu dan pengakuan kesalahan. Bila rumus 3D itu dijalankan, Insya Allah, jawaban dari persoalan-persoalan hidup yang kita rasakan akan berkurang kemudian hilang. Mengapa? Karena kita melakukan secara tepat tiga hal: benar memahami masalah diri, benar kemana kita harus datang, dan benar apa yang harus kita lakukan. Tepat identifikasi masalah, tepat cara/metoda dan tepat langkah, pasti akan mendatangkan tepat hasil.[] Wallahu’alam!